Dampak Pengasuhan Orangtua Otoriter terhadap
Perkembangan Psikososial Anak Usia 6-12 Tahun
Latar Belakang Masalah
Banyak
orangtua yang masih menganut sistem asuh anak dengan cara orangtua mereka sebelumnya.
Masih banyak orangtua yang membentuk anaknya sesuai dengan kemauan dirinya,
tanpa melihat potensi dan minat anaknya. Sehingga dapat menyia-nyiakan
kemampuan anak tersebut.
Setiap orangtua pasti menginginkan anaknya
untuk sukses. Terdapat banyak cara untuk mencapai tujuannya tersebut. Namun,
ada cara-cara yang tidak baik sehingga terdapat akibat buruk dari cara tersebut
(Gunarsa & Gunarsa, 1995).
Ambron (dikutip dalam Yusuf, 2000, h. 23)
mengatakan “sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah
perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang
bertanggung jawab dan efektif”. Jadi sosialisasi itu adalah proses pembelajaran
kepribadian sosial sehingga dapat diterima di masyarakat. Sebab, setiap
individu membutuhkan sesama untuk kelangsungan hidupnya.
Menurut Loree (dikutip dalam Santoso et
al., 2014, p. 4) ”sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu
(terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial
terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar
bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan
sosialnya”.
Menurut Baraja (2005, h. 203) “Titik pusat
perkembangan sosial pada individu karena adanya hubungan dan interaksi yang
terjadi antara dirinya (anak) dengan orang lain”. Jadi, setiap orang
membutuhkan hubungan dan interaksi agar seorang individu (anak) dapat
berkembang. Tentunya, setiap anak diharapkan berkembang menjadi individu yang
baik.
Namun berkembangnya suatu individu sangat
dipengaruhi oleh peran dari keluarga yaitu orangtua. Bagi orangtua yang
menganut sistem asuh otoriter. Setiap anaknya akan di bentuk sesuai dengan apa
yang ia inginkan, bukan berdasarkan apa yang anak inginkan dan anak mampu.
Jenis-Jenis Tipe Pengasuhan
Terdapat
beberapa jenis tipe pengasuhan menurut Baumrind (2012) yaitu, (a) authoritarian parenting, (b) authoritative parenting, (c) neglectful parenting, dan (d) permissive parenting. Pengertian authoritarian parenting menurut King (2014) “A restrictive, punitive style in which
the parent exhorts the child to follow the parent’s directions”. Jadi dalam authoritarian parenting, orang tua
“memaksa” anak untuk selalu mengikuti aturan atau perintah dari mereka tanpa memberikan
kebebasan seorang anak untuk memilih jalannya sendiri.
Pengertian authoritative parenting menurut King (2014) “A parenting style
that encourages the child to be independent but that still places limits and
controls on behavior”. Dalam pola asuh ini, seorang anak sudah diberikan kebebasan,
namun orang tua masih mengontrol perilaku mereka.
Pengertian neglectful parenting menurut King (2014) “A parenting style
characterized by a lack of parental involvement in the child’s life”. Dalam pola
asuh neglectful ini, orangtua tidak terlalu
terlibat dalam kehidupan anaknya. Orangtua terlihat lebih cuek dengan perkembangan
anaknya sendiri.
Pengertian permissive parenting menurut King (2014) “A parenting style characterized by the
placement of few limits on the child’s behavior”. Dalam pola asuh ini, seorang anak
banyak diberi kebebasan dan dengan control yang sangat sedikit dari orangtua mereka.
Perkembangan Psikososial Anak Usia
6-12 Tahun
“Memahami perkembangan psikososial anak”
(2014) mengatakan “psikososial meliputi perubahan dan stabilitas dalam kepribadian
dan hubungan sosial seseorang." Jadi, perkembangan psikososial itu
merupakan perubahan dan stabilitas serta hubungan anak tersebut dengan
sesamanya. Setiap manusia adalah makhluk sosial.
Pada anak-anak usia 6-12 tahun, anak-anak
sedang menempuh sekolah pendidikan dasar. Mereka biasanya mempunyai beberapa
teman dan beberapa musuh. Bagi anak-anak SD akhir, mereka biasanya menghabiskan
waktu dengan pergi jalan-jalan ke mall dan menginap di rumah teman (“Memahami
perkembangan psikososial anak”, 2014).
Dampak dari Pola Asuh Otoriter
Dampak positif.
Dampak positive dari pengasuhan otoriter yaitu anak menjadi seorang yang patuh.
Seorang anak akan mendengarkan setiap perintah yang diberikan oleh orangtuanya
(Muljono, 2014). Bagi seorang anak yang sudah biasa diperintah, maka ia akan
mudah untuk mengikuti setiap aturan dan perintah yang diberikan oleh orang
lain.
Dampak negatif.
Dampak negatif dari pola asuh otoriter, yaitu (a) tidak mempunyai kekuatan untuk
mengatakan tidak, (b) takut salah, (c) tidak mempunyai kekuatan untuk memilih, (d)
tidak bisa mengambil keputusan sendiri, dan (e) takut berbicara/mengungkapkan pendapat
(Muljono, 2014). Setiap anak yang yang sudah terbiasa
diperintah tanpa bisa memilih jalannya sendiri akan menjadi seorang yang tidak
bisa menentukan tujuan hidupnya sendiri.
Dampak Pola Asuh Otoriter terhadap
Perkembangan Psikososial Anak
Dampak dari pola asuh otoriter adalah
anak menjadi susah bergaul dengan anak lain akibat terlalu banyaknya perintah
atau tuntutan dari orang tua mereka. Anak-anak dalam usia 6-12 tahun masih
senang dengan bermain serta menemukan hal-hal baru. Mereka akan mencoba
melakukan pekerjaan rumah tangga, bermain setiap olahraga yang, membaca-baca
buku, dan mencari tahu tentang apapun yang mereka temukan (“Memahami
perkembangan psikososial anak”, 2014). Namun, hal tersebut banyak yang tidak
bisa dirasakan oleh anak-anaknya karena orangtua yang banyak memaksa anaknya
untuk melakukan setiap perintah yang ia katakana. Mereka tidak segan-segan
untuk mehukum anaknya jika tidak menjalani setiap perintahnya.
Orangtua banyak memaksa anaknya untuk
mencapai apa yang ia inginkan tanpa memikirkan bagaimana caranya. Sehingga
anak-anak menggunakan cara-cara yang tidak baik untuk mencapainya. Padahal,
keberhasilan dicapai dengan kerja keras dan terdapat tahapan serta prosesnya
(Susana et al., 2006, h. 71).
Simpulan
Seperti yang dibahas dalam pembahasan di
atas. Dapat dilihat bahwa dampak negatif dari pengasuhan dengan sistem otoriter
lebih banyak dari pada hal positifnya. Banyak dampak negatif yang dapat
diberikan oleh pengasuhan dengan tipe otoriter.
Hal-hal tersebut tentu mengganggu
perkembangan psikososial anak usia 6-12 tahun. Anak-anak menjadi susah untuk
bersosialisasi dengan orang lain karena banyaknya paksaan atau tekanan yang
diberikan oleh orangtuanya. Akibatnya, anak menjadi susah untuk berkembang dengan
baik dan membuatnya susah untuk berbicara dengan orang lain.
Saran
Sebaiknya, orangtua memberikan
keleluasaan bagi anaknya untuk memilih apa yang ia inginkan. Fungsi orangtua
sebagai pengawas dan pembimbing untuk anak itu menentukan pilihannya. Agar
setiap anak dapat meraih cita-citanya dan menggunakan setiap aspek kemampuannya
dengan maksimal.
Daftar Pustaka
Baraja, A
(2005). Psikologi perkembangan:
Tahapan-tahapan & aspek-apeknya. Jakarta: Studia Press.
Gunarsa, S.
D., & Gunarsa, Y. S. (1995). Psikologi
praktis: Anak, remaja dan keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.
King, L. A.
(2014). The science of psychology: An
appreciative view (3th ed.). New York, NY: McGraw Hill.
Memahami
perkembangan psikososial anak (2014). Diunduh dari
http://www.kancilku.com/Ind/index.php?option=com_content&task=view&id=397
Santoso, M.
V., Anjani, N. D., Fadila, B. R., Faizah, Roosyida, dan Tiananda, M. (2014).
Perkembangan sosial dan emosi anak usia 7-11 tahun (psikologi perkembangan).
Diunduh dari http://www.slideshare.net/atone_lotus/perkembangan-sosial-dan-emosi-anak-usia-711-tahun-psikologi-perkembangan
Susana, T.,
Arini, T. A., Wanei, G. K., Adiyanti, Gamayanti, I. L., Hidajat, L. L.,
Widyastuti, V. (2006). Konsep diri
positif, menentukan prestasi anak. Yogyakarta: Kanisius.
Yusuf, S.
(2000). Psikologi perkembangan anak dan
remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.